Selasa, 19 Oktober 2010

Afghani
09220157


SEJARAH PERKEMBANGAN MEDIA MASSA DI INDONESIA
SURAT KABAR

Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guternberg di Jerman. Sedangkan keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, zaman orde baru serta orde baru
Zaman Belanda
Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat berita-berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa. Sedangkan di Surabaya Soerabajash Advertentiebland terbit pada tahun 1835 yang kemudian namanya diganti menjadi Soerabajash Niews en Advertentiebland. Di semarang terbit Semarangsche Advertentiebland dan Semarangsche Courant. Di Padang surat kabar yang terbit adalah Soematra courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland. Surat-surat kabar yang terbit pada masa ini tidak mempunyai arti secara politis, karena lebih merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar setiap kali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak boleh diedarkan sebelum diperiksa oleh penguasa setempat.
Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16 surat kabar berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar berbahasa melayu diantaranya adalah Bintang Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar, Selompret Melayu dan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan Surat kabar berbahasa jawa Bromartani yang terbit di Solo
Zaman Jepang
Ketika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan menghemat alat-alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang dapat memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita Yashima dan selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan Jepang, yakni Domei.
Wartawan-wartawan Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa itu surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang.
Zaman Awal Kemerdekaan
Pada awal kemerdekaan, Indonesia pun melakukan perlawanan dalam sabotase komunikasi. Surat kabar yang diterbitkan oleh bangsa Indonesia pada saat itu merupakan tandingan dari surat kabar yang diterbitkan pemerintah Jepang.
Surat kabar Berita Indonesia yang diprakarsai oleh Eddie Soeraedi ikut melakukan propaganda agar rakyat datang berbondong-bondong pada rapat raksasa di lapangan Ikada Jakarta tanggal 19 September 1945. Surat kabar perjuangan lainnya antara lain adalah Merdeka yang didirikan oelh B.M Diah, Harian Rakyat dengan pemimpin redaksi Samsudin Sutan Makmur dan Rinto Alwi, Soeara Indonesia pimpinan Manai Sophian di Makassar, Pedoman Harian yang berganti nama Soeara Merdeka di Bandung, Kedaulatan rakyat di Bukit tinggi, serta surat kabar Demokrasi dan Oetoesan Soematra di Padang.
Zaman Orde Lama
Setelah presiden soekarno mengumumkan dekrit kembali ke UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, terdapat larangan kegiatan politik termasuk pers. Persyaratan mendapatkan (SIT) surat izin terbit dan surat izin cetak diperketat. Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pada saat itu amat menaruh perhatian pada pers. PKI memanfaatkan para buruh, termasuk karyawan surat kabar untuk melakukan apa yang dinamakan slowdown strike, yakni mogok secara halus. Dalam hal ini karyawan dibagian setting memperlambat kerja sehingga banyak kolom surat kabar yang tidak terisi menjelang deadline (batas waktu cetak). Akhirnya kolom kosong itu diisi iklan gratis sebagaimana dialami oleh Soerabaja Post dan Harian Pedoman di Jakarta. Pada masa inlah sering terjadi polemic antara surat kabar yang pro PKI dan anti PKI
Zaman Orde Baru
Pertumbuhan pers yang marak di satu pihak cukup sangat menggembirakan, tapi di lain pihak perlu diwaspadai. Karena masih banyak surat kabar atau majalah yang terdorong oleh tujuan komersial ataupun motif lainnya menyajikan berita-berita sensasional tanpa adanya norma-norma kesusilaan, sopan santun, kerahasian Negara dan kurang memperhatikan akibat tulisan yang dapat menyebabkan disintegrasi rakyat.
MAJALAH
Sejarah keberadaan majalah sebagai media massa di Indonesia dimulai pada massa menjelang dan awal kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta pada tahun 1945 terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja pimpinan Markoem Djojohadisoeparto dengan prakarsa dari Ki Hadjar Dewantoro, sedang di Ternate pada bulan oktober 1945 Arnold Monoutu dan dr. Hassan Missouri menerbitkan majalah mingguan Menara Merdeka yang memuat berita-berita yang disiarkan radio republic Indonesia. Di kediri terbit majalah berbahasa Jawa Djojobojo, pimpinan Tadjib Ermadi. Para anggota Ikatan Pelajar Indonesia di Blitar menerbitkan majalah berbahasa jawa, Obor (Suluh).
Awal Kemerdekaan
Soemanang, SH yang menerbitkan majalah Revue Indonesia, dalam salah satu edisinya pernah mengemukakan gagasan perlunya koordinasi penerbitan surat kabar, yang jumlahnya sudah mencapai ratusan. Semuanya terbit dengan satu tujuan, yakni menghancurkan sisa-sisa kekuasaan belanda, mengobarkan semangat perlawanan rakayat terhadap bahaya penjajahan, menempa persatuan nasional untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat.
Zaman orde lama
Pada masa ini, perkembangan majalah tidak begitu baik, kaena relatif sedikit majalah yang terbit. Sejarah mencatat majalah Star Weekly, serta majalah mingguan yang terbit di Bogor bernama Gledek, namun hanya berumur beberapa bulan saja.
Zaman orde baru
Awal orde baru, banyak majalah yang terbit dan cukup beragam jenisnya, diantaranya di Jakarta terbit majalah Selecta pimpinan Sjamsudin Lubis, majalah sastra Horison pimpinan Mochtar Lubis, Panji Masyarakat dan majalah Kiblat. Hal ini terjadi sejalan dengan kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang makin baik, serta tingkat pendidikan masyarakat yang makin maju.
Kategorisasi majalah yang terbit pada masa orde baru, yakni :
Majalah berita : Tempo, Gatra, Sinar, Tiras; Majalah keluarga : Ayahbunda, Famili; Majalah wanita : Femina, Kartini, Sarinah; Majalah pria : Matra; Majalah remaja wanita : Gadis, Kawanku; Majalah remaja pria : Hai; Majalah anak-anak : Bobo, Ganesha, Aku Anak Saleh; Majalah ilmiah popular : Prisma; Majalah umum : Intisari, Warnasari; Majalah hukum : Forum Keadilan; Majalah pertanian : Trubus; Majalah humor : Humor; Majalah olahraga : Sportif, Raket; Majalah berbahasa daerah : Mangle (Sunda, Bandung), Djaka Lodang (Jawa, Yogyakarta)
RADIO SIARAN
Zaman Belanda
Radio siaran yang pertaman di Indonesia adalah Nederlands Indie-Hindia Belanda yang berganti nama Bataviase Radio Siaran Vereniging (BRV) yang berkedudukan di Batavia (Jakarta). Resmi didirikan pada tanggal 16 Juni 1925 berstatus badan swasta. Selain itu berdiri pula radio siaran lain yang terbesar dan terlengkap NIROM (Nedelandsch Indische Radio Omroep Mij) di Jakarta, bandung dan medan. Pada tanggal 1 april 1933, didirikan Solosche Radio Vereniging (SRV) di kota Solo oleh Mangkunegoro VII dan Ir. Sarsito Mangunkusumo.
Zaman Jepang
Ketika Belanda menyerah pada Jepang, tanggal 8 maret 1942 sebagai konsekuensinya, radio siaran berstatus badan swasta dinonaktifkan dan diatur oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, serta mempunyai cabang-cabang yang dinamakan Hoso Kyoku di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta Surakarta, Semarang, Surabaya dan Malang. Rakyat Indonesia hanya boleh mendengarkan siaran dari Hoso Kyoku saja, namun meskipun demikian dikalangan pemuda terdapat beberapa orang dengan resiko kehilangan nyawanya karena secara sembunyi-sembunyi mendengarkan radio siaran luar negeri. Sehingga mereka mengetahui bahwa pada tanggal 14 agustus Jepang telah menyerah pada sekutu.
Zaman kemerdekaan
Pada waktu proklamasi kemerdekaan dibuat pemancar gelap dan berhasil berkumandang di udara radio siaran dengan stasiun call “Radio Indonesia Merdeka”. Dari sinilah, wakil presiden pertama M. hatta menyampaikan pidato yang ditujukan kepada rakyat Indonesia. Pada tanggal 11 september 1945 diperoleh kesepakatan dari hasil pertemuan para pemimpin radio siaran untuk mendirikan sebuah organisasi radio siaran sekaligus disahkan menjadi hari ulang tahun Radio Republik Indonesia (RRI).
Zaman orde baru
Peran dan fungsi radio ditingkatkan, selain berfungsi sebagai media informasi dan hiburan, melalui radio disampaikan pendidikan dan persuasi. Acara pendidikan yang berhasil mengudara adalah siaran pedesaan. Sejalan dengan perkembangan budaya sosial budaya dan teknologi, maka bermunculan radio siaran amatir yang diusahakan perorangan, karena itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 1970 Tentang Radio Siaran Non Pemerintah. Dengan tujuan agar pemerintah dapat menertibkan radio siaran yang semakin menjamur.

Pengaruh Media Massa pada budaya
Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh media cukup kompleks, dampak bisa dilihat dari:
1. skala kecil (individu) dan luas (masyarakat)
2. kecepatannya, yaitu cepat (dalam hitungan jam dan hari) dan lambat (puluhan tahun/ abad) dampak itu terjadi.
Pengaruh media menurut Harold Laswell pada artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model sederhana yang sering dikutip untuk model komunikasi hingga sekarang, yaitu :
1. Siapa (who)
2. Pesannya apa (says what)
3. Saluran yang digunakan (in what channel)
4. Kepada siapa (to whom)
5. Apa dampaknya (with what effect)
Model ini adalah garis besar dari elemen-elemen dasar komunikasi. Dari model tersebut, Laswell mengidentifikasi tiga dari keempat fungsi media.
Fungsi-fungsi Media Massa pada Budaya
1. Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.
2. Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.
3. Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.
4. Fungsi hiburan (entertainment) yang diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Pada model ini Charles Wright menambahkan fungsi hiburan. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi).
Pengaruh Media Massa pada Pribadi
Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari.
• Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak, atau apakah ia telah memenuhi standar itu – dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang pemirsa lihat dari media.
• Kedua, penawaran-penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mempengaruhi apa yang pemirsanya inginkan, sebagai contoh media mengilustrasikan kehidupan keluarga ideal, dan pemirsanya mulai membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut, dimana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi pada tokoh tersebut.
• Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/ tampan, dan kuat. Contohnya anak-anak kecil dengan cepat mengidentifikasikan mereka sebagai penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja seperti tokoh Disney. Bagi pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan lebih halus, mungkin remaja ABG akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara mereka berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka mengkomunikasikan gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka secara lebih halus. Mungkin saat kita menyisir rambut kita dengan cara tertentu kita melihat diri kita mirip “gaya rambut lupus“, atau menggunakan kacamata a’la “catatan si boy“.
• Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi “penentu”, dimana mereka menentukan arah media populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.
Penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung pemirsanya menjadi lebih baik atau mengempiskan kepercayaan dirinya. Media bisa membuat pemirsanya merasa senang akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain .

Efek Media Massa
MODEL USES AND GRATIFICATION
Model Uses and Gratification boleh disebut sebagai model efek
moderat sebagai bandingan terhadap model efek terbatas dari
Klapper. Menurut para pencetusnya, Elihu Katz, Jay G. Blumler dam Michael
Gurevitch, uses and gratification meneliti asal mula kebutuhan secara
psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media
massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan
media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan
menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain.
Asumsi-asumsi dari teori ini adalah sebagai berikut :
1. Khalayak dianggap aktif, artinya sebagian penting dari penggunaan
media massa diasumsikan mempunyai tujuan.
2. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan
pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada
anggota khalayak.
3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk
memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media
hanya bagian dari rentangan kebutuhan manusia yang lebih luas.
Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat
bergantung kepada perilaku khalayak yang bersangkutan.
4. Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang
diberikan anggota khalayak: artinya, orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-
situasi tertentu.
5. Penilaian tentang arti cultural dari media massa harus
ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.
Model used and gratification memandang individu sebagai mahluk
suprarasional dang sangat efektif. Ini memang mengundang kritik.
Tetapi yang jelas, dalam model ini perhatian bergeser dari proses
pengiriman pesan ke proses penerimaan pesan.
TEORI AGENDA SETTING
Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media
massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya.
Secara selektif, “gatekeepers” seperti penyunting, redaksi, bahkan
wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitkan dan mana
yang harus disembunyikan. Setiap kejadian atau isu diberi bobot
tertentu dengan panjang penyajian (ruang dalam surat kabar, waktu
pada televisi dan radio) dan cara penonjolan (ukuran judul, letak pada
suratkabar, frekuensi penayangan, posisi dalam suratkabar, posisi
dalam jam tayang).
Misalnya berita tebunuhnya gembong teroris Dr. Azahari yang terus
menerus disiarkan dalam waktu rata-rata 30 menit dalam dalam televisi dan disajikan dalam surat kabar hampir mengisi seluruh halaman.
Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh Walter Lippman
(1965) pada konsep “The World Outside and the Picture in our head”,
penelitian empiris teori ini dilakukan Mc Combs dan Shaw ketika
mereka meniliti pemilihan presiden tahun 1972. Mereka mengatakan
antara lain walaupun para ilmuwan yang meneliti perilaku manusia
belum menemukan kekuatan media seperti yang disinyalir oleh
pandangan masyarakat yang konvensional, belakangan ini mereka
menemukan cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar
memainkan peranan yang penting dalam membentuk realitas sosial
kita, ketika mereka melaksanakan tugas keseharian mereka dalam
menonjolkan berita.
Khalayak bukan saja belajar tentang isu-isu masyarakat dan hal-hal
lain melalui media, meraka juga belajar sejauhmana pentingnya suatu
isu atau topik dari penegasan yang diberikan oleh media massa.
Disinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia buat kita. Tapi yang jelas Agenda Setting telah membangkitkan kembali minat peneliti pada efek komunikasi massa.

Sumber: Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala. 2004. Komunikasi massa:Suatu pengantar. Bandung ; Simbiosa Rekatama Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar